Dulu.. saya sering berandai, andai saja Allah bisa meminjamkan sejenak buku Lauhul Mahfuz  sebentaaar saja untuk saya baca. Mungkin, saya tidak akan segalau seperti saat itu.  Atau jika tidak, ingin sekali rasanya bertemu Rasulullah. Menyampaikan beberapa pertanyaan, dan memohon untuk dijawab langsung oleh sang utusan Allah. Beliaulah, yang lebih paham banyak tentang maunya Allah.  Atau jika boleh berhasrat lebih, ingin rasanya duduk berbincang dengan Allah. Allah.. kok begini banget lika-likunya. Terasa sangat berat, urusan hati ini. Tapii.. tentu saja, itu hanya sebatas imajinasi saya saja.

 

Galau yang mengiringi hati seakan setia menemani. Galau sebagai salah satu tanda kurangnya ilmu. Ilmu untuk memahami janji Allah. Allah tak pernah ingkar terhadap janjiNya.Namun, pelita hati semakin lama meredup. Ia ditimbuni dengan segala sesak nafsu dunia yang terburu-buru. Di sisi lain hati, ada yang berteriak meski terdengar lirih.

“Sabar duhai diri, Allah tak akan pernah salah dengan segala perhitungannya. Engkau tahu, Allah Maha Teliti. Allah Maha Baik. Dan IA tak pernah menzolimi hambaNya. Bersabarlah.. masa itu akan tiba untukmu”.

Tak ada teman terbaik, selain mencari obat hati yang sedang galau. Mendekat dengan Sang Penyembuh Hati. Tak mudah memang. Namun dengan perlahan terasa ada yang merasuk ke dalam kalbu. Allah tak pernah bosan, kita saja yang sering banyak alasan. Satu-satunya jalan mencari tenang adalah berbincang mesra denganNYA.  Obat hati yang dapat kita temui setiap waktu. Berulang–ulang setiap hari dalam syahdunya sholat. Membaca ayat-ayat cintaNYA. Dan menikmati setiap rindu dalam sabdaNYA.

Dalam lirih terucap, “Rabbi, rindu ini teramat, terkadang begitu menyesakkan. Diri ini ingin segera berlabuh”.

Suka tidak suka, mau tidak mau, hari-hari harus terus dilewati. Pertanyaan basa basi itu terasa sangat menikam jiwa. “Tunggu apa lagi? Segeralah menikah!”. Atau di kesempatan lain, ada juga yang menyampaikan kalimat ‘manis’. “Kriteria jodoh jangan terlalu sempurna, keburu tua’’. Namun, mereka tidak tau, atau tepatnya mungkin mereka sedang lupa. Bagi yang masih jomblo, bukan sekedar kriteria, tapi sosoknya saja belum hadir. Bagaimana mungkin kami bisa menikah tanpa ada pasangannya. Bagaimana mungkin menikah yang dijalani sepanjang masa hidup tanpa menyematkan kriteria demi kebaikan dunia akhirat kami.

“Hayolah, sudahi basa basi yang menyakiti ini. Doakan saja kami”, jawab hati lirih.

Waktu, terimakasih telah setia menemani. Dalam setiap isak tangis, galau yang menggelayut, dan doa lirih di sepertiga malam. Pasangan hidupku belum jua Allah hadirkan. Meski pernah teramat lelah, jarak yang tercipta adalah kebaikan dari Allah. Jarak yang memberiku waktu untuk lebih banyak berkarya. Jarak yang mengajarkanku tentang kekuatan hati. Jarak yang memberiku keluangan waktu untuk bermesra denganNYA. Dengan hati yang sederhana, aku pasrah padaNYA untuk melukiskan kisah cinta terbaik. Dan juga pasrah dalam ketakwaan menunggu hingga masa itu tiba. Jika engkau menjaga diri, maka Allah akan beri yang terjaga.  Jodoh adalah cerminan diri, menguatkan hati untuk selalu melakukan yang terbaik.

Langit hari ini terlihat sangat cantik. Tidak ada semburat mendung. Birunya meneduhkan hati. Panas tidak terlalu terik. Hari ini aku ditemani sahabat untuk pertemuan pertama dengan sang calon imam. Bismillaah..

Semua tahapan dilewati satu demi satu. Istikharah menjadi luapan doa memohon keridhoanNYA. Lelaki yang tidak hanya sekedar akan menjadi partner perjalanan hidup selanjutnya. Namun, ia juga akan menjadi jalan surga, dan pendamping di surgaNYA Allah.

“Rabbi, Jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya padaMU, agar bertambah kekuatanku untuk mencintaiMU”.

Kalimat demi kalimat puisi Sayyid Qutb menemani perjalanan ikhtiar ini. Masya Allah, Alhamdulillah dengan segala kasih sayangNYA, labirin hati ini akhirnya dipertemukan dengan tempat berlabuh.

Pasangan adalah amanah. Satu sosok yang Allah hadirkan dalam hidup. Istri adalah amanah untuk suami. Sebaliknya, suami juga adalah amanah untuk istri. Kedua insan yang dipersatukan dalam sebuah ikatan pernikahan untuk menghalalkan cinta.

Cinta yang telah Allah halalkan menjadi tiket untuk membentuk keluarga impian. Ditemani pasangan halal, kita berdua sama-sama menyusun konsep keluarga sesuai dengan tuntunan Allah. Tujuannya sama, menjemput keberlimpahan berkah dalam ridho Ilahi.

Mengawali hidup berdua, isi kepala tentu tak sama. Latar belakang yang berbeda, pengalaman hidup yang beragam membentuk karakter pribadi seseorang. Begitu juga dengan kami. Meski menikah dengan suku yang sama, masih saja banyak tantangan yang kami lewati di kehidupan awal pernikahan kami.

Terasa benar, ucapan yang banyak disampaikan untuk yang baru menikah. “Selamat Menempuh Hidup Baru”. Kehidupan pernikahan merupakan babak baru bagi dua manusia yang saling membersamai. Semuanya baru. Ragam rasanya banyak. Senang sedihnya dilewati berdua. Segala perniknya, Masya Allah.

Suami istri, tugasnya saling mengingatkan. Tetap menjemput rezeki yang halal saat surut. Kembali mendekat ke Allah saat kalut. Selalu bersahaja dalam bersikap dan berpakaian. Agendakan untuk selalu berbagi.  Beberapa nasehat penting dari orang tua.

 

Bismillah, berdua menyelami cintaNYA Allah..

Takdir hidup tak selalu pahit, paham kita yang sedikit..

Sabar kita yang tak tumbuh subur..

Jagalah pasangan, sebagai amanah. Karena menikah adalah untuk ibadah.

Berawal dari cinta yang halal.

Bertawakkal hingga ajal, Aamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *